Oleh: Donny Syofyan
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas
JurnalPost.com – Program Food Estate yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi mendapatkan kritik bertubi-tubi, tidak kurang dari Partai Demokrat Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga menyampaikan kritikan serupa. Setiap program pemerintah, terutama yang melibatkan pembiayaan yang besar, harus diuji untuk memastikan tata kelola yang baik dan akuntabilitas uang pembayar pajak.
Terus terang, kita belum banyak melihat hal ini dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini tak terlepas dari fakta politik bahwa pemerintah koalisi, yang terdiri dari tujuh partai politik yang menguasai lebih dari 80 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, berperan menjadikan mekanisme check and balance tidak efektif. Padahal ini diperlukan untuk berfungsinya demokrasi.
PDI-P, sebagai partai terbesar dalam pemerintahan koalisi, tidak biasanya menyebut pemerintah telah melakukan kejahatan lingkungan melalui deforestasi besar-besaran yang disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan di banyak provinsi. Mengklaim bahwa program tersebut telah gagal, Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menyerukan penyelidikan menyeluruh terhadap tuduhan bahwa banyak dana dari program lumbung pangan ini telah masuk ke kas partai-partai politik.
Ini jelas merupakan bagian dari manuver politik PDI-P sebelum pemilihan presiden. Ini sebagai ikhtiar untuk mengambil jarak dari presiden serta mengkritik Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sebagai salah satu kandidat presiden. Jokowi mempercayakan Prabowo untuk mengelola sebagian besar program Food Estate. Kontraktor swasta untuk program ini terkait dengan partai Prabowo, Gerindra, yang juga merupakan anggota Koalisi. Kandidat PDI-P, mantan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, head-to-head dengan Prabowo di sebagian besar jajak pendapat publik.
Terlepas dari motif PDI-P tersebut, kita menyambut adanya peluang untuk memperhatikan dan menguji program Food Estate, yang merupakan bagian penting dari strategi ketahanan pangan Presiden Jokowi. Program ini mengembangkan lahan perkebunan, sebagian besar untuk beras tapi tidak semata-mata beras saja, sehingga menjadikan Indonesia tidak rentan terhadap harga yang tidak stabil di pasar global untuk komoditas ini.
Indonesia sebagian besar mengandalkan petani kecil untuk memproduksi sebagian besar komoditas beras. Namun seiring dengan kelangkaan dan keterbatasan lahan sehingga kemampuan untuk menghasilkan surplus beras makin berkurang, pemerintah beralih ke bisnis besar untuk memproduksi makanan demi memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Penduduk Indonesia hari ini lebih dari 270 juta jiwa dengan angka pertumbuhan sebesar 3,3 juta setiap tahun.
Jokowi meluncurkan program Food Estate pada tahun 2020. Sejauh ini hasilnya campur aduk. Beberapa sudah menuai panen, sementara yang lain masih menghadapi masalah penentangan dari masyarakat karena persoalan lahan. Di Kalimantan Tengah, program ini mengembangkan lahan seluas 30.000 hektar untuk beras dan komoditas lainnya. Di Sumatra Utara, program ini mengembangkan industri hortikultura. Di Nusa Tenggara Timur dan Papua, program ini berfokus pada pengembangan tanaman jagung dan sorgum.
Di tengah kritik yang berkembang, Jokowi membela program Food Estate sebab ini melibatkan beberapa kementerian termasuk pekerjaan umum, pertanian serta pertahanan. Jokowi mengakui adanya kegagalan panen, tetapi menekankan bahwa hal ini sesuatu yang normal di tahun-tahun pertama usaha pertanian dan perkebunan. Jokowi tidak secara khusus membahas tuduhan “kejahatan lingkungan” yang digulirkan oleh Hasto, tetapi mengatakan program itu terus dievaluasi, diperbaiki dan ditingkatkan.
Dalam tuduhannya, Hasto mengutip laporan Laporan Transaksi Keuangan dan Pusat Analisis (PPATK) tentang aliran dana senilai Rp 1 triliun dari apa yang disebutnya “kejahatan lingkungan” ke partai politik. Banyak yang mengaitkan pernyataan PPATK dengan program Food Estate. Hasto menuntut agar PPATK memberikan nama-nama pihak yang terkait. Hasto juga mempertanyakan penunjukan langsung PT Agro Industri Nasional, sebuah perusahaan swasta yang dijalankan oleh salah seorang pendukung Prabowo untuk menangani proyek Food Estate.
Ini adalah dua tuduhan serius yang disampaikan di depan publik. Jangan sampai ini terhenti. Satu adalah perusakan lingkungan yang disebabkan oleh program Food Estate, dan yang kedua tentang kemungkinan penggelapan dan penyimpangan keuangan. Sebagai bahan renungan terakhir untuk perlu dipikirkan agar demokrasi tetap bekerja, perlu lebih banyak pihak lagi yang berani menyuarakan penyimpangan di pelbagai lembaga pemerintah dan kementerian yang dijalankan oleh para politisi dari partai politik di pemerintahan koalisi, termasuk dari partai Hasto sendiri, PDI-P.
Quoted From Many Source