JurnalPost.com – Indonesia, negeri yang penuh akan keberagaman budaya dan alamnya kini menjadi negeri yang penuh dengan kericuhan wayang kekuasaan ekonomi dan politik. Pada saat ini kekuasaan di Indonesia tidak selalu diwarnai oleh sistem demokrasi karena terlahirnya oligarki. Oligarki berasal dari bahasa yunani kuno yang bertuju pada penguasaan kekuasaan oleh sekelompok kecil orang yang secara efektif mengendalikan keputusan ekonomi politik. Oligarki saat ini sudah melebur dan dipastikan bahwa oligarki merupakan kata yang mengerucut kepada penguasa kekuasaan serta menjadi pemberontak dinamika kekuasaan yang rumit.
Oligarki ekonomi politik di Indonesia memiliki akar sejarah yang panjang. Pada masa transisi pasca-Reformasi menuju demokrasi pasca-Orde baru, sejumlah kelompok elit kecil ekonomi politik kembali bangkit ke permukaan. Seiring berkembangnya zaman, segelintir kaum elit saat ini berhasil membangun jaringan dan pengaruh kekuasaan dan kekayaan yang kuat di indonesia. Ciri khas yang berhasil dibangun di indonesia pada meja politik dan ekonomi yang memiliki ikatan erat dengan politisi yang mempunyai peran penting dalam sektor bisnis. Hubungan antara oligarki dan politisi ini lah yang membuat politik dan ekonomi menjadi pola yang rumit untuk dipecahkan.
Oligarki Politik dan Ekonomi
Oligarki politik tidak hanya berdiam pada bidang atau urusan bisnis semata, tetapi juga memiliki peran penting atau dalang dalam struktural politik. Apalagi saat ini oknum kekuasaan pemerintahan mendapatkan celah untuk membangun hubungan simbiosis mutualisme kepada oligarki dengan menggunakan kekayaan melimpah agar bisa membangun aliansi politik untuk mendapatkan atau mempertahankan kekuasaannya dalam politik. Oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi ini akan mendapatkan keunggulan dalam memilih kursi legislatif maupun eksekutif, seperti membeli suara dalam pemilu. Sehingga hal tersebut merugikan sistem demokrasi yang seharusnya calon perwakilan rakyat dipilih berdasarkan kepentingan masyarakat bukan dengan pemanfaatan kekuasaan dan kekayaan dalam negeri.
Selain itu, salah satu ciri khas oligarki berkaitan dengan sektor ekonomi, karena sebagian besar politisi berketergantungan dengan bidang ekonomi atau bisnis. Oligarki bidang bisnis di Indonesia dapat ditemukan pada sektor-sektor yang banyak menghasilkan keuntungan, seperti pertambangan, pertanian dan infrastruktur. Kelompok elit besarlah yang mempunyai kontrol atas sumber ekonomi dengan dukungan politik yang signifikan. Dengan pemanfaatan kondisi tersebut dalam bidang ekonomi dan politik oleh sekelompok kecil elit akan membuat terlahirnya ketimpangan ekonomi dan ketidaksetaraan sosial yang menimbulkan tingkat kemiskinan semakin membesar. Hal tersebut merupakan ancaman yang membahayakan stabilitas ekonomi politik bagi negara dan memberikan dampak negatif terhadap masyarakat. Oligarki jugs lebih memanfaatkan kekayaan dan kekuasaan untuk kepentingan pribadi bukan malah untuk kepentingan umum yang membuat kesulitan masyarakat untuk mendapatkan akses kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur yang seharusnya masyarakat umum mendapatkan kualitas hidup yang didambakan.
Pertarungan Melawan Oligarki
Oligarki ekonomi politik sudah mendominasi terhadap sektor-sektor tertentu di Indonesia yang berdampak pada pembatasan akses pasar yang menjadi persaingan ekonomi yang tidak sehat. Oligarki ekonomi politik sangat merugikan warga-negara dan menyebabkan kesenjangan sosial dan ketimpangan ekonomi membludak sehingga terjadinya ketidaksetaraan ekonomi dan sosial antara kelompok elit dan masyarakat umum, karena kelompok elit atau oligarki mengambil keuntungan kekayaan dan kekuasaan yang lebih terhadap masyarakat umum. Dengan mendominasinya oligarki atas kekayaan dan kekuasaan pada sektor ekonomi maupun politik akan menghalangi inovasi dan pengembangan ekonomi dan politik yang bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat. Oleh karena itu, dibutuhkan dukungan pemerintah dan sektor swasta untuk memberantas oligarki ekonomi politik sehingga terjadinya kebebasan hak politik dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Pertarungan melawan oligarki ekonomi di Indonesia membutuhkan pelibatan masyarakat umum dalam proses pengelolaan keuangan negara. Sikap pemerintah yang jujur dan transparansi terhadap masyarakat umum dalam pengelolaan anggaran. Dengan adanya partisipasi masyarakat, pemerintah pun tahu keluh kesah masyarakat yang disampaikan masyarakat ntah aspirasi, pendapat, dan masukan-masukan terkait kebijakan yang akan diambil. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat terhadap keputusan kebijakan yang diambil itu penting agar terwujudnya kesetaraan sosial dan sistem ekonomi yang lebih merata sehingga kondisi tersebut membuat terciptanya masyarakat yang harmonis dan seimbang.
Selain itu, pemerintah juga harus meningkatkan persaingan pasar yang sehat dengan mengedukasi dan memberikan akses yang mudah bagi para pelaku usaha untuk membuat lingkungan persaingan pasar yang sehat, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pendapatan masyarakat yang adil dan merata serta menghindari praktik monopoli atau oligopoli.
Kesimpulan
Oligarki ekonomi politik di Indonesia hal yang rumit dipecahkan sehingga harus dijadikan tantangan yang serius dalam membangun negara yang demokratis dan inklusif. Kolaborasi antara kekuatan kekuasaan ekonomi dan politik oleh segelintir kaum elit ini mempengaruhi kebijakan-kebijakan dan distribusi kekayaan. Dengan kesadaran warga-negara Indonesia terhadap konflik oligarki yang sangat kompleks ini, langkah-langkah strategis terhadap pertarungan melawan oligarki yang dijelaskan diatas, perlu diterapkan dalam kebijakan pemerintahan.
Menurut saya, oligarki sangat merugikan warga-negara dan harus diatasi dengan serius, Oleh karena itu, kita harus menyuarakan kepada pemerintah untuk memberantas oligarki negatif dengan menerapkan langkah-langkah perlawanan oligarki yang dituju kepada seluruh kepentingan masyarakat yang membangun sistem ekonomi dan politik maju demi lingkungan bisnis yang adil dan berkelanjutan untuk kejayaan Indonesia.
Oleh: Muhammad Fatih Nadaraya mahasiswa semester 1 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Prodi Ilmu Komunikasi.
Quoted From Many Source