Oleh: Eva Agustina (Aktivis Dakwah)
JurnalPost.com – Air yang berada di dalam tanah merupakan sumber mata air terbaik untuk digunakan di rumah. Akan tetapi, apa jadinya jika kebutuhan primer ini dipatok tarif? Faktanya, penggunaan air tanah pun harus meminta izin khusus dari pemerintah.
Aturan tersebut tertuang dalam keputusan Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) mengeluarkan aturan yang mewajibkan warga meminta izin khusus dari pemerintah jika ingin menggunakan air tanah.
Kebijakan keputusan Menteri ESDM Nomor 291.K/GL.01/MEM.G/2023 tentang standar penyalahgunaan persetujuan penggunaan air tanah diteken pada 14 September lalu (BBC.com, 31/10/2023).
Aturan ini berlaku untuk semua lapisan masyarakat, baik individu, instansi pemerintah, badan hukum ataupun lembaga sosial yang menggunakan air tanah atau sungai minimal 100.000 liter per bulan.
Izin penggunaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari dan kegiatan pertanian di luar sistem yang sudah ada, bakal berlaku selama masih menggunakan air tanah itu. Meski demikian, izin penggunaan air tanah selain kedua kepentingan di atas berlaku paling lama tujuh tahun. Izin harus di perpanjang jika sudah kadaluarsa.
Bukankah air merupakan sumber kehidupan dan kebutuhan yang harus dipenuhi oleh negara. Namun, bagaimana jika air dijual dengan tarif yang mahal? Adanya kebijakan membayar air pada jumlah tertentu, bukankah suatu bentuk kealpaan negara terhadap pemenuhan hajat hidup rakyat?
Kapitalisasi Air Bukti Negara Tak Berdaya
Terkait aturan yang berlaku, menunjukkan betapa kuatnya cengkraman kapitalisasi sumber daya air di negeri ini. Alih-alih aturan ini dibuat untuk menjaga keberlangsungan keberadaan air tanah, faktanya pemerintah justru mengizinkan pengelolaan sumber daya air ini dikuasai oleh swasta. Alhasil, kelangkaan sumber daya air justru terjadi karena dampak dari eksploitasi para pemodal besar (kapitalis) atau korporat. Pad akhirnya, rakyat yang akan menjadi korban.
Pemalakan terhadap rakyat wajar terjadi di negeri ini. Sebab, negara saat ini menerapkan sistem kapitalisme dalam mengurus urusan rakyat. Sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara, justru pengelolaannya diserahkan pada pihak swasta atau korporasi, yang mengais keuntungan lebih dibanding apa yang dinikmati masyarakat umum. Inilah bukti negara semakin tidak berdaya dalam cengkraman kapitalisme!
Mirisnya, saat masyarakat susah mendapatkan air bersih, negara malah memberi izin pengelolaan air oleh perusahaan besar, termasuk hotel, apartemen, dan lainnya yang memiliki modal dan alat lengkap. Kebijakan negara yang mengaminkan privatisasi dan liberalisasi aset-aset milik umum, menunjukan negara justru menjadi regulator dan fasilitator ditengah liberalisasi ekonomi yang dikuasai korporasi.
Selama tata kelola masih bersumber dari sistem kapitalisme, sebanyak apapun aturan yang di berlakukan maka tidak akan menjadi solusi, melainkan hanya menambah beban rakyat, dan semakin mempersulit rakyat. Inilah akar persoalan yang sebenarnya. Dengan mempermudah eksploitasi aset-aset negara serta membuat kebijakan dan regulasi yang condong berpihak pada kapitalis.
Faktor lain yang memicu kelangkaan air ialah penurunan permukaan tanah, selain eksploitasi air tanah, juga disebabkan beban permukaan tanah yang berlebih, akibat pembangunan infrastruktur yang berlangsung masif yang melampaui daya dukung tanah. Padahal bangunan ini tidaklah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rakyat, akan tetapi hanya memenuhi ambisi dan ketamakan para kapitalis.
Berbagai dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan pun terkesan dibiarkan karena lemahnya sanksi yang diberikan. Terlihat dari perubahan rancangan tata kelola yang mengikuti kepentingan kapitalis tanpa memperhatikan kondisi lingkungan. Contoh, pemberian izin pembangunan di daerah resapan air, pendirian bangunan yang melampaui topangan tanah mengakibatkan penurunan tanah yang menimbulkan kerusakan, sehingga menyebabkan hilangnya sember air tanah.
Karena pengelolaan sumberdaya air dibatasi oleh waktu dalam kontrak kerja dengan pemerintah. Setelah selesai masa kontraknya maka ditinggal begitu saja, akibatnya para kapitalis ini hanya mengambil keuntungan besar pada waktu yang ditentukan. Sementara, ketika kontraknya selesai sisanya dibiarkan tanpa dikonversikan menjadi manfaat lain untuk kebaikan ekologinya.
Pandangan Islam terhadap Sumber Daya Air
Maka dari itu, sudah saatnya masyarakat sadar dan bangkit dari kerusakan yang terjadi. Terkait peliknya persoalan air bersih. Masyarakat membutuhkan penerapan sistem Islam secara menyeluruh. Sebab penyelesaiannya pun harus mengakar, bukan sekedar solusi pragmatis.
Karena, Ketika ditelusuri problem ini tidak terlepas dari paradigma dan konsep pembangunan infrastruktur dan tata kelola sumber daya air yang sekuler dan kapitalistik. Sehingga melahirkan kerakusan manusia dengan mengeksploitasi lingkungan dan sumber daya alam secara berlebihan dan mengabaikan dampak yang ditimbulkan atas dasar kebebasan.
Ini jelas bertentangan dengan Islam. Dalam sistem Islam, terkait dengan aturan-aturan yang ditetapkan negara, semua berasal dari sang pencipta, Allah Swt. Allah telah mengatur bahwa hutan, laut, sungai, danau, pulau dan sumber-sumber air lainnya serta sumber daya alam seperti tambang minyak, gas adalah milik umum.
Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw., “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api .”( HR. Abu Dawud dan Ahmad ). Hadits tersebut menjelaskan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu /swasta. Kepemilikan ini wajib dikelola oleh negara melalui kebijakan pemerintah, dan hasilnya untuk menyejahterakan rakyat, tidak boleh berpindah tangan kepemilikan dan pengelolaannya kepada individu, kelompok atau pun swasta.
Negara juga wajib menyediakan dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat termasuk air. Karena air merupakam sumber kehidupan bagi manusia. Jadi, negara harus mengupayakan berbagai cara untuk terpenuhi kebutuhan rakyat dengan tarif yang tidak akan membebani rakyat. Karena negara adalah raa’in (pelayan) yang mengurusi rakyat serta menjamin kebutuhan rakyatnya sebagai bentuk tanggung jawab penguasa di hadapan Allah Swt. terhadap apa yang diurusnya. Wallahua’alam bisshawab.
Quoted From Many Source